Pada 18 April 2018 di Lecture Hall Universitas Multimedia Nusantara, Mahasiswa
Jurnalistik UMN angkatan 2015mengikuti kuliah Umum. Terdapat dua narasumber yang menjadi pembicara yaitu Profesor Thomas Djamaluddin dan Ilmuwan Vanny
Narita, PhD. Topik yang dibahas cukup bergam, namun fokus lebih menuju pada
outer space dan obat-obatan.
Profesor Thomas Djamaludin
salah seorang anggota Lapan, memiliki spesialisasi studi navigasi, astronomi,
astrofisika. Dalam kuliah tamu, Profesor Thomas membahas mengenai Lapan (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang berfungsi untuk memantau Indonesia
secara antariksa. Secara singkat, terdapat 7 program utama Lapan yakni: 1. Pengembangan
Teknologi Satelit 2. Pengembangan Teknologi Aeronautika (Pesawat Transport dan
Sistem Pemantau Maritim Berbasis Pesawat Tanpa Awak) 3. Pengembangan Roket
Sonda untuk Menjadi Roket Peluncur Satelit. 4. Pengembangan Bank Data
Penginderaan Jauh 5. Pengembangan Sistem Pemantauan Bumi Nasional. 6. Pengembangan
Sistem Pendukung Keputusan Dinamika Atmosfer Equator. 7. Pengembangan Sistem
Pendukung Keputusan Cuaca Antariksa dan Observatorium Nasional)
Dari pertanyaan seorang
mahasiswa, Profesor Thomas juga membahas mengenai Alien. Menurut professor Thomas,
dalam alam semesta yang begitu luas ini, sangat mungkin ada kehidupan lain
selain manusia dalam astronomi. Meskipun begitu, hingga sekarang para astronom
belum menemukan secara nyata adanya sosok ‘alien’ tersebut. Para astronom
menetapkan setidaknya 3 kriteria yang dapat menentukan apakah suatu planet
dapat memiliki kehidupan. Yang pertama adalah adanya sumber panas yang membuat
air mencair, kedua adalah Air dan ketiga adalah unsur organic seperti
Carbondioksida, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen
Profesor Thomas juga
menjelaskan adanya fenomena ‘UFO’ yang mendarat dibumi atau melintas dibumi
yang kerap menghebohkan masyarakat. Menurutnya, meskipun ‘UFO’ tersebut ada,
para ‘Alien’ tersebut sangat mustahil hingga di Bumi. Untuk terbang dari suatu
planet ke planet lainnya, butuh waktu yang amat lama. Kira-kira 4 juta tahun
cahaya. Oleh karena itu, apabila ada mahluk asing yang ingin terbang ke Bumi,
mereka mungkin akan kehabisan bahan bakar terlebih dahulu, atau menua terlebih
dahulu, sebelum sampai ke bumi.
Pembicara selanjutnya adalah
seorang ilmuwan Vanny Narita PhD yang mengambil spesialisasi biokimia dan
molekul biolog. Dalam pembahasannya, Vanny bercerita banyak mengenai antibiotic.
Ia menjelaskan bahwa antibiotik berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri
yang menginfeksi tubuh. Secara umum, antibiotic terbagi menjadi dua. Antibiotik yang bersifat untuk membunuh
bakteri dan antibiotic yang menghentikan perkembangan bakteri. Antibiotik yang
membunuh bakteri cenderung menghancurkan dinding sel bakteri, sehingga bakteri
tersebut mati. Sedangkan antibiotik yang menghentikan perkembangan menekan
perkembangan serta pertumbuhan bakteri, dengan begitu sistem kekebalan tubuh
kita dapat mengatasinya langsung tanpa khawatir akan ‘kalah’.
Dari pertanyaan mahasiswa, Vanny
juga menjelaskan fenomena Antibiotik Resitence. Resisten antibiotik adalah
kondisi di mana antibiotik tersebut tidak lagi bisa menghancurkan serta
mencegah pertumbuhan bakteri, justru bakteri bertambah kuat dan kebal, sehingga
bisa menghalangi kerja antibiotik tersebut. Hal ini biasanya terjadi akibat
konsumsi antibiotik yang tidak benar, seperti tidak habis, tidak sesuai anjuran
dokter, atau bahkan pemakaian yang berlebihan. Bakteri yang bersifat resisten
alias kebal terhadap antibiotik biasanya lebih kuat dan lebih berbahaya. Pada
keadaan sebelumnya, bakteri membelah diri setiap 20 menit sekali. Tetapi saat
terjadi resistensi antibiotik terjadi, perkembangannya akan lebih cepat dan
lebih banyak dari pada sebelumnya. Hal tersebutlah yang membuatnya lebih
berbahaya dibandingkan sebelumnya. Jika resistensi terjadi, maka dokter atau
ahli medis akan mengadakan kultur jaringan untuk mengetahui jenis antibiotik
apa yang bisa efektif membunuh bakteri tersebut.
Kuliah tamu berlangsung
sekitar dua setengah jam. Di akhir kata, Profesor Thomas memberikan nasihat
kepada mahasiswa Jurnalistik. Berita sains harus selalu memperhatikan akurasi.
Hal ini dicontohkan dalam kasus gempa Megathrust yang menghebohkan Indonesia.
Saat itu, sesungguhnya para ilmuwan menyebutkan ‘Jakarta berpotensi gempa’
namun wartawan menyebutkan ‘Jakarta diprediksi gempa.’ Kata-kata ini sangat
krusial karea kata berpotensi belum tentu terjadi, namun kata diprediksi
seolah-olah pasti terjadi. Berita ini pun akhirnya menghebohkan warga
Indonesia.
No comments:
Post a Comment