Tuesday, March 24, 2015

[MOVIE REVIEW] 7 Misi Rahasia Shopie (2014)



3 Stars of 5

Sinopsis

Shopie (Alisia Rininta), adalah gadis ceria yang tinggal di apartemen susun. Ia sangat gemar menguploud video seputar tips-tips di Youtube. Hobi-nya ini dikritik buruk oleh teman akrabnya, Marco.
Suatu hari, Shopie mengajak Marco (Stefan William) untuk melakukan 7 misi rahasia dengannya untuk membuktikan bahwa dia dan orang-orang yang memiliki hobi yang sama seperti dia bukanlah senegatif apa yang dipikirkan Marco. Marco ikut-ikut saja dengan Sophie meskipun dia bertanya-tanya apa arti dari misi rahasia ini. Mengapa harus 7, mengapa tidak 8? Banyak pertanyaan mengganjal dibenak Marco.

Shopie

Marco

Review

7 Misi Rahasia Shopie mengangkat tema yang cukup menarik dan populer yaitu mengangkat Youtube atau bisa dikatakan sosial media yang sekarang sedang populer diantara remaja. Kita tahu bahwa sosial media akhir-akhir ini menjadi ajang eksis bagi para remaja, dan dalam 7 Misi Rahasia Shopie, Shopie ingin membuktikan bahwa hal itu tidak benar.
Alur cerita berjalan dengan baik. Dari pengenalan sifat-sifat kedua tokoh, hingga 7 Misi itu dilaksanakan. Misi demi misi dilakukan seakan-akan ada cerita sampingan dalam film ini. Aura-nya sama seperti ketika menonton Postman to Heaven (film korea) dan My Name is Love (film Thailand).
Namun meskipun tema dan alurnya berjalan dengan baik, saya cukup kecewa dengan "Rahasia" yang sesungguhnya sangat amat tertebak. Judul 7 Misi Rahasia Shopie itu terasa hambar dengan kenyataan di Ending yang sangat biasa. Tidak ada yang "Wow" yang membuat saya berkata "Oh.. ternyata begitu." atau yang mampu membuat jantung saya berdebar, atau yang mampu membuat saya menangis.
Dari segi akting, akting para pemain tidak dapat diragukan lagi. Namun, saya agak terganggu dengan karakter Shopie yang diperankan Alisia. Saya tahu bahwa anak perempuan centil memang berkarakter seperti itu, namun saya agak bosan dengan karakter perempuan yang selalu seperti itu. Sepertinya film-film Indonesia didominasi oleh tokoh perempuan berkarakter seperti Shopie (manja, centil, dan lain-lain).
Setting dari 7 Misi rahasia Shopie ini sangat bagus. Ide untuk memakai rooftop, dan setting perkotaan terlihat sangat elit, tidak seperti kebanyakan film yang sengaja memakai setting pantai atau padang rumput untuk adegan-adegan romantis. Perpaduan warna, pencahayaan, dan kontras dalam film ini juga sangat baik. 
Satu lagi kelebihan dan keunikan dari film ini adalah adanya sandi morse. Saya sangat menyukai adegan Marco dan Shopie yang berkomunikasi menggunakan sandi morse dengan senter, Meskipun saya tidak mengerti apa kode-kode dalam sandi morse, namun bila saya tinggal di apartemen, saya mungkin akan mencoba melakukan sandi itu dengan tetangga saya.

Shopie melakukan sandi morse
Rooftop apartemen Marco dan Shopie
This is a good shot

Anyone interested to watch, here is the trailer! ;)



***




Monday, March 23, 2015

[MOVIE REVIEW] 3600 Detik (2014)



Sutradara : Nayato Fio Nuala
Produksi : Starvision Plus
Skenario : Haqi Achmad
Pemain : Shae, Stefan William

3 Stars of 5 

Satu lagi film anak bangsa yang merupakan adaptasi dari novel teenlit terlaris karya Charon, yaitu 3600 Detik. Film ini mengangkat tema yang sudah umum yaitu anak hasil keluarga Broken Home

Sinopsis

Sandra (Shae) dulunya hidup bahagia seperti anak pada umumnya, namun semenjak perceraian kedua orang tuanya, Shae berubah menjadi anak yang liar. Hal ini disebebabkan karena Ia lebih dekat dengan Ayahnya dibanding Ibunya, sedangkan dia harus tinggal bersama Ibunya. Shae selalu membuat onar di Sekolah sehingga Ia selalu di Drop Out dari satu sekolah dan pindah ke Sekolah lainnya. Hingga suatu saat, Ia menemukan seorang teman di sekolah barunya. Leon (Stefan William) , cowok kuper yang juga tidak memiliki teman di sekolahnya. Leon-lah yang perlahan-lahan mengembalikan apa yang hilang dari dalam diri Shae.

Sandra

Leon

REVIEW 

Banyak penonton sekaligus pembaca novel 3600 detik berkata bahwa Novel 3600 detik jauh lebih bagus daripada filmnya. Mereka berkata bahwa aura sedih yang terdapat dalam novel 3600 detik tidak disampaikan dengan baik dalam film-nya. Menurut saya, hal ini wajar karena pembaca novel 3600 detik yang juga menonton film 3600 detik pastinya tidak dapat merasakan aura yang sama ketika menonton atau membaca cerita yang sudah sama. Mereka sudah mengetahui alur ceritanya, sehingga kesedihan yang mereka rasakan ketika pertama kali membaca itu sudah tidak sama lagi ketika harus menonton cerita  yang sama.
Bukankah begitu?
Lanjut. 
Dalam segi akting, Stefan sebagai aktor yang sudah sering bermain di sinetron dan layar lebar memang sudah tidak diragukan lagi aktingnya. Dia mampu memerankan karakter Leon yang cupu dengan baik (meskipun menurut saya orang cupu seganteng dia nggak mungkin nggak punya teman). Shae sebagai pendatang baru di dunia akting juga mampu memerankan karakter Sandra dengan baik, meskipun saya rasa ada beberapa bagian yang saya rasa terlalu berlebihan, entah sengaja atau tidak saya tidak tahu. Yang jelas, ketika membaca novel 3600 detik, saya tidak merasakan peran Sandra yang se-"hancur" itu. Namun bila terlepas dari novelnya dan kita hanya melihat dalam kehidupan nyata, memang benarlah bahwa orang-orang yang putus harapan memang bertingkah se-"hancur" yang diperankan oleh Shae. Karena itu, saya tarik kata-kata "akting berlebihan" yang saya tuliskan tadi. Malahan, saya memuji Shae yang berani berakting tidak setengah-setengah. Dia tidak peduli akan penampilannya. Tidak jaim. Sedangkan kita tahu, banyak artis jaman sekarang yang selalu ingin cantik di depan layar, meskipun perannya sebagai orang miskin, orang gila, dan lainnya.
Nilai moral yang disampaikan sudah jelas. Bahwa kita tidak pernah sendirian. Dari film dan novel 3600 detik ini kita juga bisa mengetahui realitas sosial mengenai alasan orang-orang yang menurut kita bermasalah. Mengapa dia bisa seperti itu? Mengapa tidak ada yang mau berteman dengannya? Maukah kita untuk berteman dengannya? 3600 detik juga mengajak kita untuk tidak men-judge orang dari apa yang semata-mata kita lihat.
Dari segi alur, saya rasa alur dalam film agak cepat, dan mudah ditebak (sama seperti novelnya, namun penyampaian cerita yang indah menjadi kunci utama kesuksesan novel ini). Segalanya dapat ditebak. Saya sempat mengira bahwa saya akan menemukan kejutan baru dalam film 3600 detik ini, namun ternyata tidak.

Lalu, saya menemukan beberapa kesalahan yang terjadi dalam film ini, yaitu:

1, Dalam film dikatakan bahwa Leon tidak memiliki teman, namun dalam novel tidak (ya kan?). Lalu bila memang Leon tidak memiliki teman, mengapa banyak teman-teman Sekolahnya mau datang ke pesta ulang tahunnya, ikut berpesta dengannya, bahkan menyelematinya? Padahal jelas-jelas di film Leon seakan-akan di-bully oleh teman-temannya.
2.

Dalam adegan Leon dan Sandra yang bermain-main selama 3600 detik di Jungleland, dikatakan bahwa tempat tersebut sudah disewa khusus untuk mereka berdua, tapi seperti foto yang terlihat di atas, masih banyak segerombolan orang (yang sepertinya sedang menonton proses syuting mereka). Kesalahan yang sepele sesungguhnya.

Anyone interested to watch the movie, here is the trailer



***






Saturday, March 21, 2015

[MOVIE REVIEW] Teacher's Diary (2014)


"Is it possible to love someone you've neve met?"

Jawaban dari quote singkat dari film the Teacher's Diary ini adalah : YA!

Saya selalu mengikuti perkembangan film Asia (baik Thailand, Jepang, Korea, Indonesia dan lain-lain) dan film Thailand yang satu ini mampu saya beri peringkat 4,8 bintang dari 5 bintang.

Film ini dibuka oleh adegan Song, guru yang tidak becus harus pindah mengajar ke sekolah yang terletak di laut (atau danau). Hanya ada 4 siswa di sekolah itu di mana mereka semua berbeda kelas. Kehidupan di Sekolah itupun sangat susah. Tidak ada sinyal, tidak ada listrik, dan Mr. Song merasa kesepian. 

Sekolah di perairan

Murid-murid Mr Song

Mr Song

Nah, suatu saat Mr Song menemukan sebuah diary. Diary itu adalah diary dari guru sebelum Mr Song. Namanya Ms Ann. Diary itu, menjadi penuntun Mr Song untuk menjadi guru yang lebih baik. Awalnya dia kesulitan menghadapi murid-muridnya. Murid-muridnya pun selalu membandingkan Mr Song dan Ms Ann. Selain menjadi penuntun, diary itu menjadi teman untuknya, sehingga Mr Song tanpa sadar selalu memikirkan Ms Ann. Dia ingin bertemu dengan sang pemilik diary.

Diary Ms Ann

Ms Ann

Kira-kira begitu sinopsisnya.
Lalu apa yang membuat film ini sangat bagus?

Kalau kamu pernah nonton film Laskar Pelangi, nah film ini memiliki nilai moral yang hampir sama dengan Laskar Pelangi. Bahwa seorang guru yang baik mengajar muridnya bukan untuk mencari keuntungan pribadi. Mereka mau mengajar di tempat manapun itu, tidak peduli fasilitasnya jelek ataupuin bagus. Pesan dari film ini sangatlah bagus.
Namun, film ini dipadu pula dengan kisah romantis komedi dari Mr Song dan Ms Ann. 2 orang yang tidak pernah bertemu, dan hanya dihubungkan oleh diary. Setiap perkara yang terjadi selama Mr Song mengajar, ditampilkan pula solusinya oleh adegan (sejenis flash back) Ms Ann pada saat dia mengajar. Pada bagian awal film, kita di fokuskan oleh Mr Song, dan ketika agak ke bagian akhir, fokus berubah kepada Ms Ann.
Bingung? Watch the Movie so you'll understand. ^^

Tapi yang membuat aku tidak memberi bintang 5 adalah karena Ending-nya. Aura-nya sama dengan ketika menonton film Hello Stranger (film Thailand juga. Kalau kamu pencinta film Thailand, pasti tau). Ending yang menggantung namun kita tahu bagaimana akhirnya mereka. Kita dibuat kesal karena kita ingin mengetahui apa yang terjadi antara mereka selanjutnya. 


Anyone who interested to watch, Here is the trailer..







Friday, March 20, 2015

Ujian Nasional 2015 dan masalah-masalahnya

Sebagai angkatan terakhir dari kurikulum 2006, kami para siswa-siswi kelas 12 dikejutkan oleh kabar gembira yaitu:

UN tidak menjadi syarat kelulusan!!


Menteri pendidikan Indonesia yang baru yaitu Bapak Anies Baswedan ini tidak terlalu suka sistem UN di mana terjadi banyak kecurangan-kecurangan. Saya tahu sendiri ketika UN datang pasti ada saja bandar-bandar yang menjual kunci jawaban entah darimana mereka mendapat itu, (tapi saya pribadi nggak pernah dapat itu kunci dan nggak mau lihat kunci, kok. Lebih baik jujur dan berusaha semampunya. Bener nggak?)
Untuk tahun 2015, Sekolahlah yang memutuskan kelulusan, jadi nilai-nilai yang sudah kita perjuangkan sejak kelas 1 SMA itu nggak sia-sia.
Namun nampaknya kabar ini membawa masalah baru. Ketika mengetahui bahwa UN tidak menjadi syarat kelulusan, yang ada di benak kam adalah, "Berarti nggak usah belajar, dong" Jadi otomatis kita-kita melantarkan UN. Murid-murid menjadi malas belajar.
Mengatasi masalah ini, dikeluarkanlah lagi momentum bahwa:

UN tidak menjadi syarat kelulusan, tetapi menjadi pertimbangan untuk SNMPTN


Awalnya, mendengar kabar itu saya tidak terlalu syok. Tapi tentu tidak senang lagi, karena memang saya ingin mendaftar di perguruan tinggi negeri, dan bila nilai UN saya dijadikan pertimbangan, artinya nilai UN saya harus bagus.
Lalu bagaimana untuk mereka yang tidak mendaftar SNMPTN? Apakah mereka bisa tetap santai?
Tidak, karena ada kabar yang lebih mengejutkan lagi yaitu..

Meski UN tidak menjadi syarat kelulusan, tetapi bila nilai dibawah 5,5 harus mengikuti ujian ulang pada tahun berikutnya.


Berita terakhir inilah yang paling mengagetkan bagi saya. Bayangkan saja, misal salah satu nilai UN saya di bawah 5,5. Maka sambil kuliah saya juga harus mempersiapkan UN ulang saya pada tahun 2016. Bukankah itu tidak enak? Saya sebulan tidak belajar saja sudah lupa apalagi setahun tidak belajar? Ketika kita kuliah seharusnya kita sudah fokus pada minat kita masing-masing. Tidak perlu lagi belaja Ekonomi bila masuk hukum, Geografi bila masuk akuntansi, dan lain-lain.

Jadi yang bilang angkatan terakhir 2006 ini enak, masih mau bilang enak? :)


Namun dibalik itu semua, saya sadar bahwa kabar itu dibuat supaya murid-murid tidak malas belajar dan saya tahu bahwa Anies Baswedan tidak ingin UN sebelumnya yang penuh dengan ketidak jujuran terulang lagi. Seperti apa kata Anies : "Target UN sekarang bukan lulus 100%, tapi kejujuran 100%"

At the End, here is a little quote from Anies Baswedan
foto from quandra.co.id

True or Not about : Regina Pacis Bogor

Foto diambil dari web resmi Regina Pacis
Pernah dengar sekolah Regina Pacis Bogor? (atau RP istilah kerennya)
Regina Pacis Bogor adalah sekolah yang cukup favorit di Bogor, dan dengan bangga saya mengatakan bahwa saya adalah salah satu siswa dalam sekolah itu. Namun tampaknya banyak orang yang memiliki berbagai macam persepsi sendiri akan sekolah ini, dan sekarang saya sebagai senior di SMA Regina Pacis yang sebentar lagi akan lulus, akan mencoba membahasnya.



1. Orang-orang di Rp itu genius-genius, pinter banget, dan bla.. bla.. bla..


Oke. Itu nggak sepenuhnya benar ataupun salah. Jadi, setiap tahunnya itu RP selalu menyaring anak-anak dengan kemampuan diatas rata-rata untuk diterima sebagai siswanya. Sebagai sekolah yang sudah terkenal favorit, maka yang mendaftar pastilah banyak dan dari banyak orang itu, yang terbaiklah yang diambil. Prinsipnya sama seperti penerimaan siswa pada umumnya, namun karena sudah punya cap FAVORIT itulah jadi yang mendaftar kebanyakan orang-orang yang memang pintar-pintar. 
Sebagai contoh, saya saat SD tidak sekolah di RP. Di SD saya yang lama saya termasuk anak yang pintar. Saya pandai matematika, IPA dan lain-lain. Saya bahkan pernah ditunjuk untuk mengikuti olimpiade IPA dan Matematika. Ketika masuk ke SMP RP, saya awalnya kesulitan dengan persaingan yang ada di situ. Saya bukan lagi "si pintar" saya menjadi biasa saja. Kadang-kadang dapat nilai bagus, kadang biasa, kadang jelek. Malahan saya sekarang masuk ke kelas IPS (bukan karena kecemplung di IPS, tapi sadar bahwa saya tidak suka logika dan hitung-hitungan.) 
Tapi, layaknya sekolah biasa, di RP juga ada anak-anak yang nggak pinter-pinter banget. Yang suka main ke warnet, yang suka janjian bolos, yang suka ngelanggar peraturan. Ada kok ada. Nggak semuanya kutu buku senengnya belajar mulu.


2. Guru RP itu killer ngasih tugas banyak banget..


Sama. Ini juga nggak bener-bener banget. Killer sih mungkin ada beberapa. Yang sadisnya tuh kayak gini misalnya. Di jurusan IPA, soal-soal yang dikeluarkan itu aduhai susahnya. Bahkan pernah guru IPA membuat KKM 40, padahal seharusnya KKM minimal itu 70. (Shock? Me too)
Terus kalau udah tanggal-tanggal tua, guru RP suka kasih tugas dan ulangan secara berbarengan sehingga tugas dan ulangan kita numpuk. Sampai-sampai hari Sabtu yang seharusnya kita libur, harus masuk buat kerja kelompok.
Tapi ya, nggak semua guru kayak gitu. Kalau saya sendiri di IPS, guru-gurunya asik-asik kok. Guru pelit nilai sih pasti ada, tapi disamping itu guru-gurunya asik dan gokil kok. 

3. Anak RP itu borju-borju dan banyak kaum tionghoa


Ini juga nggak bener-bener banget. Soal kaum tionghoa sih memang agak mendominasi di RP, tapi pribumi juga banyak. Kalau soal borju... Saya tidak tahu istilah borju itu sebenernya gimana, tapi kalau sepanjang saya sekolah di RP memang ada beberapa anak RP yang gaya hidupnya tinggi, Punya mobil, motor, terus pas Sweet Seventeen buat party di Hotel dan ada yang ngundang artis. Kebanyakan anak RP juga Hp-nya canggih. Terus kalau misal pulang sekolah cepet, ada beberapa yang suka pergi ke kafe/ke tempat makan, atau berkunjung ke Botani Square. Makanya kalau hari Jumat, atau hari pulang cepet, atau hari terakhir ujian, jangan kaget banyak anak berseragam rok kotak-kotak di Botani Square.
Tapi saya percaya bahwa nggak hanya di RP, di Sekolah lainpun banyak yang seperti ini. Biasalah, namanya juga remaja.

4. RP itu disiplin banget.


Ya! Kalau kamu nggak hoki. Jadi.. letaknya disiplin RP paling menonjol di tata cara pemakaian seragam dan penampilan. Peraturan RP itu, sepatu harus hitam, kaus kaki diatas 10 cm dari lutut, seragam rapi, rok di bawah lutut, rambut cowok nggak boleh gondrong, dan lain-lain. 
Nah, setiap pagi itu, ada guru yang kadang-kadang suka duduk di depan pintu masuk dan melototin kaki-kaki murid-muridnya. Memastikan bahwa kaus kaki yang dipakai tidak pendek. Kalau misalnya pendek, disuruh lepas dan akhirnya selama sehari dia harus telanjang kaki. Kalau kamu bandel pakai kaus kaki pendek dan kebetulan itu guru liat, yah siap-siap aja telanjang kaki.
Terus, di RP itu ada guru yang sensi banget sama gadget. Kalau misal lagi pelajaran dia eh tiba-tiba ada yang ketawan main HP, tamatlah riwayat HP tersebut. Tapi nggak semua guru kayak gini, kok.
Terus adalagi, kalau ada cowok rambut gondrong dan dia nggak mau potong rambut meskipun sudah dibilang berkali-kali, ada guru yang dengan senantiasa memberi jasa salon gratis di sekolah. Dia memotong rambut anak itu supaya sesuai dengan peraturan.
Jadi kalau mau cari aman, mendingan ikuti peraturan di RP. Sesekali melanggar sih nggak apa, kalau kamu hoki nggak bakal dihukum.

5. RP itu sekolah swasta. Sekolah swasta jarang bisa masuk Perguruan tinggi negeri (PTN)


SALAH BESAR! Meskipun RP Sekolah swasta, tapi banyak juga siswa RP yang diterima di PTN bahkan lewat jalur SNMPTN (Jalur tanpa tes) di PTN. Tahun lalu (2014) kurang lebih ada 20 orang yang diterima di PTN. Kebanyakan dari 20 orang itu diterima di UNPAD dan ITB, baik jurusan IPA ataupun IPS.
Menurut kalian 20 orang itu kecil?
Tidak, karena yang daftar SNMPTN itu nggak semua siswa senior RP yang mungkin jumlahnya hampir mencapai 300-an. Ada beberapa yang sudah diterima di Perguruan tinggi swasta tanpa tes, ataupun beasiswa sehingga mereka tidak mendaftar ke PTN. Banyak juga yang lebih memilih ke Universitas luar negeri.


Sekian saja beberapa desas desus yang beredar tentang Regina Pacis, dan fakta yang saya alami sendiri. Bagi kamu yang mau masuk Sekolah ini, Ayo Semangat!!